Selasa, 16 Agustus 2011

SEMUA TERJADI KARENA ALASAN


“Semua hal terjadi karena alasan, benarkah itu?” keraguan itu muncul di dalam pikiran perempuan itu selama perjalanannya dalam sebuah bus pariwisata di Osaka, Jepang.
Manusia seringkali bertanya mengapa hal ini bisa begini, mengapa hal ini bisa begitu, dan masih banyak lagi pertanyaan dalam diri kita dalam menyikapi sesuatu. Lalu, akan berunjung ke manakah semua pertanyaan itu? Jawabannya adalah “sebuah alasan” yang membawa sesuatu dalam diri kita, bisa itu hal baik atau hal buruk. Akan tetapi, tentu hal buruk akan terasa lebih dahsyat efeknya dalam pikiran kita dibandingkan dengan hal baik yang tentunya membuat kita senantiasa bersyukur dan berbahagia.

Begitu pula dengan jodoh atau jalan hidup seseorang, seperti yang ia alami. Dua tahun telah berlalu sejak ia ditinggalkan oleh seseorang yang dicintainya dan didambakannya sebagai seorang suami kelak. Namun, apalah daya manusia. Ternyata, sang idaman itu mengambil keputusan untuk tidak membina hubungan terikat dengannya dan memilih pergi ke Jepang untuk melanjutkan studinya di sana dengan perolehan beasiswa.

Perempuan itu bukan melarangnya pergi, justru ia sangat mendukung cita-cita sang pujaan hati itu dengan perasaan bahagia. Dirinya hanya menginginkan bahwa hubungan di antara mereka berdua bisa tetap terjalin walaupun terpisah lautan luas dan mereka fokus dengan cita-cita masing-masing sambil menunggu waktu yang tepat bagi mereka untuk menikah. Sang perempuan secara eksplisit menunjukkan komitmen dan kesetiaannya pada orang yang dicintainya itu. Akan tetapi, jawaban seperti apakah yang ia terima? Dirinya justru menerima jawaban bahwa sang pujaan hati itu memutuskan untuk tidak menjalin hubungan khusus dengannya dan merelakannya untuk menikah dengan orang lain yang “secara sepihak” dianggap lebih baik daripada diri sang laki-laki itu.

Seketika itu pula perasaan perempuan itu hancur berkeping-keping. Masa depan dan mimpi-mimpi yang selalu dia bangun bak rusak ditelan angin putting-beliung. Selama ini, ia menelan rasa ketidakpuasan atas pekerjaannya setelah 6 bulan mencari pekerjaan ke sana dan kemari. Sebagai seorang alumi sebuah universitas ternama dengan prestasi akademik yang membanggakan serta keaktifannya dalam aktivitas kampus, sang dara merasa pekerjaanya kurang dihargai. Bahkan, ia sempat menerima teguran dari sang asisten manajer akibat kecurangan kepala bagiannya sehingga pekerjaannya selesai tidak tepat pada waktunya. Salah satu yang bisa membuatnya senang adalah seseorang yang begitu spesial di hatinya yang begitu sayang dengan dirinya. Walaupun keadaan sulit membelenggunya, ia selalu berusaha untuk tetap semangat, tetap berikhtiar mencari pekerjaan lebih layak, dan terus berupaya mencari beasiswa untuk S2 yang juga dicita-citakannya.

Hari demi hari ia lewati dengan perasaan kelam. Pekerjaannya semakin hari makin padat, tetapi itu semua tidak menghentikannya berusaha mencari pekerjaan dan beasiswa melalui internet yang rutin dilakukannya pada malam hari sepulang bekerja. Bukan kali pertama ia harus pulang jam 12 malam ke rumah karena menghabiskan waktu di warnet untuk mencari informasi sebanyak mungkin. Negara tujuan belajarnya adalah Jepang dan Belanda, sehingga ia berusaha menyisihkan gajinya untuk membayar kursus bahasa Jepang 2 kali pertemuan dalam seminggu.

Waktu terus berlalu dan ia pun terus menjalani aktivitas hariannya. Suatu hari, sang dara itu mendapatkan panggilan untuk posisi Management Trainee di sebuah bank syariah nasional ternama. Rangkaian tes selesksi pun ia lewati, hingga sampai ke tahap akhir yaitu medical check-up. Sekitar 6 bulan sebelum panggilan kerja itu diterimanya, dokter memang mendiagnosa dirinya terkena bronkhitis berat sehingga harus minum obat rutin selama 1 tahun. Dengan perasaan sedih dan kecewa, ia baca surat pemberitahuan itu yang menyatakan bahwa dirinya tidak lolos seleksi sebagai salah satu calon Management Trainee.

Perasaannya pun meledak, kesedihan dan kegalauan semakin memenuhi hati dan pikirannya. Tidak jarang ia menangis di atas meja kerjanya ketika sedang berada di kantor. Air mata itu sudah begitu berat hingga dirinya pun tidak kuasa lagi menahannya untuk tidak membasahi pipinya. Walaupun begitu berat kondisi yang harus ia hadapai, tidak satu hari pun ia absen dari kantor tanpa alasan, kecuali sakit. Dirinya selalu mengusahakan untuk mengonversi semua kesedihannya itu dengan berikhtiar lebih keras.

Akhirnya, ia pun mendapatkan kesempatan untuk  mendaftarkan diri pada program beasiswa ke Belanda dan ke Jepang. Hasilnya pun sungguh tidak mengecewakan, ia diterima di 2 univeritas di Belanda, Universiteit van Amsterdam dan Wageningen University. Akan tetapi, perempuan tegar itu tidak lolos beasiswa pemerintah justru ia menerima beasiswa langsung dari kampus Universiteit van Amsterdam yang mengharuskannya pergi ke Belanda dengan biaya sendiri. Merasa tidak ada kemampuan finansial, ia pun untuk kesekian kali menelan rasa sedih. Usahanya yang selalu menyempatkan diri membaca berbagai jurnal penelitian untuk menulis proposal akhirnya membuahkan hasil. Dara berkerudung itu dinyatakan diterima sebagai mahasiswa Indonesia untuk belajar di Jepang melalui beasiswa pemerintah Jepang, Monbukagakusho.

Harapanya ketika di Jepang adalah bisa menjalin komunikasi dengan sang “mantan” pujaan hati. Mereka pun sempat berkomunikasi lewat beberapa kali surat elektronik, tetapi  pada akhirnya ia mengetahui bahwa laki-laki itu sudah “menutup” buku atas semua cerita indah tentang hubungan mereka. Merasa dirinya sudah berikhtiar keras, ia pun berserah diri pada Yang Maha Kuasa atas ketetapan jodohnya. Setahun setelah ia tiba di Jepang, perempuan bersahaja itu pun dilamar dan akhirnya hidup bahagia bersama suaminya yang ternyata ia rasakan jauh lebih baik daripada pujaan hatinya dulu. Setiap kali dirinya mencoba menoleh ke belakang untuk melihat cerita masa lalunya, ia selalu yakin bahwa semua hal terjadi memang karena suatu alasan yang bisa terungkap kapan saja, tanpa diduga oleh siapa pun.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar