Jumat, 19 November 2010

Rumah bagi Keluarga

Seiring dengan pertambahan usia, keinginan saya untuk berkeluarga pun muncul dengan sendirinya. Keluarga adalah suatu konstruksi sosial yang selayaknya tercipta dalam sebuah lingkungan terkecil yang dinamakan rumah. Oleh karena itu, rumah akan menjadi tempat yang selalu dirindukan setiap orang.

Rumah adalah tempat untuk membagi suka dan duka secara terbuka, terbangunnya silaturahmi kokoh antara orang tua dan anak-anak, dan tempat untuk menuntut ilmu yang tidak akan tertandingi nilainya. Mengapa saya katakan ilmu? Ya, itu karena ilmu berkeluarga tidak mungkin dapat dipelajari secara mendalam tanpa membentuk sebuah keluarga. Pengenalan karakter dan pendewasaan sikap dalam menghadapi setiap masalah merupakan ilmu yang akan selalu bertambah seiring dengan bertambahnya usia pernikahan. Keluarga adalah sumber kehangatan jiwa seperti layaknya matahari yang selalu membagi hangatnya pada dunia. 

Sebuah keluarga akan selalu diawali dengan bersatunya dua jiwa yang telah mengikrarkan diri untuk melengapi setengah agamanya dengan beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala melalui pernikahan. Pernikahan adalah ikatan yang suci sehingga keluarga yang dibentuk pun senantiasa diisi oleh para anggota yang terjaga kesucian hatinya dalam menjalankan berbagai peran dalam rumah tangga.

Cinderamata Pernikahan

Memahami Perasaan dan Tabiat Istri (sebuah tausiah)

Perbedaan kejiwaan yang ada di antara pria dan wanita hendaknya dijadikan pertimbangan seorang suami dalam berinteraksi dengan istri. Suami hendaknya memperhatikan perasaan dan tabiat istri sebagai seorang wanita yang kerap berubah, sehingga diharapkan suami dapat memperlakukan istrinya dengan penuh kelembutan dan cinta. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam memberikan perumpamaan yang mendalam tentang hal ini dalam sebuah wasiat tentang wanita dalam hadist berikut.

"Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Jika engkau berupaya meluruskannya maka engkau akan mematahkannya, dan jika engkau membiarkannya maka ia akan tetap bengkok. Karena itu terimalah wasiat berkenaan dengan wanita, yaitu untuk selalu berbuat baik kepada mereka." (HR. Bukhari dan Muslim).

Seorang istri adalah juga seorang manusia yang terbatas sesuai tabiatnya. Suami memang sudah selayaknya berupaya untuk meluruskan istrinya, namun haruslah dengan kesadaran bahwa tidaklah mungkin untuk menjadikan istrinya sesuai dengan seluruh harapan yang dikehendaki suami. Ketika seorang suami dapat memahami perasaan istrinya, maka dia akan merasakan kebahagiaan bersama istri tercinta.

Ada kisah hikmah lainnya berkaitan dengan hal ini. Diriwayatkan ada seorang pria menemui Amirul Mukminin Umar bin KhaththabRadhiyallahu 'anhu untuk berkonsultasi tentang tabiat istrinya yang kurang baik. Ketika pria itu tiba di rumah Umar, tiba-tiba saja dia mendengar suara istri Umar yang sedang menggerutu kepada Umar, sedangkan Umar diam saja. Melihat kejadian ini, pria itu bertanya pada dirinya sendiri, "Jika Umar saja seperti ini, padahal dia Amirul Mukminin, bagaimana dengan saya?". Kemudian kisah berlanjut hingga Umar pun menjelaskan kepada pria itu, "Wahai saudaraku, saya memberikan hak-haknya atas diriku, karena dia telah memasak makananku, mencucikan pakaianku, dan mengurus anak-anakku."

Kisah ini memberi pelajaran kepada suami agar selalu bersabar dan memaafkan istrinya serta agar lebih melihat kebaikan istri daripada keburukannya. Hal ini selaras dengan ayat dan hadits berikut.

"Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mugkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (An-Nisaa: 19).

"Seorang mukmin laki-laki tidak boleh membenci seorang mukmin perempuan. Jika dia membenci suatu sifat padanya maka dia ridha dengan sifat yang lainnya". (HR. Muslim)