Selasa, 25 Januari 2011

Mengapa Indonesia Mendapatkan "Kekalahan" di Mata Orangnya Sendiri

Apakah yang ada di benak kita jika ditanya, "Mau ke manakah kamu akan berlibur jika mendapatkan voucher travel gratis ke mana pun?"
Biarlah jawaban itu kita simpan dalam benak kita masing-masing karena bukan tentang voucher travel yang ingin saya uraikan dalam tulisan saya.
Sepintas jika saya menangkap pemikiran teman-teman atau orang-orang di sekeliling saya, kebanyakan mereka menganggap Indonesia memang begitu terpuruk, tetapi bukan berarti sama sekali tidak ada yang dapat dibanggakan.

Dalam perspektif saya, Indonesia adalah sebuah negara hebat namun diberi ujian ditinggali oleh segelintir orang-orang tidak jujur yang menamakan diri mereka adalah golongan intelektual.
Berdasarkan pengalaman studi yang saya selama ini, justru saya merasa bangga menjadi bagian dari Indonesia karena jika tidak, mungkin hikmah pembelajaran yang saya peroleh tidak akan sehebat seperti yang saya rasakan saat ini.

Sampai saat ini saya yakin, baik Indonesia bahkan negara "maju" sekalipun seperti Jepang, Amerika, dsb. selalu memiliki "kelemahan" dalam negaranya. Di masa silam, Indonesia sungguh luar biasa berat harus menghadapi berbagai periode penjajah dari beberapa negara yang datang silih berganti. Saya berpikir mengapa Indonesia bisa begitu tertinggal dibandingkan negara-negara maju, justru Indonesia pernah "kehilangan" masa untuk membangun dirinya sendiri akibat adanya penjajahan. Kalau dilihat, justru negara-negara yang sudah maju atau yang lebih maju bukanlah negara yang pernah mengalami penjajah, justru mereka pernah menjadi negara penjajah atau negara yang mendapatkan kemerdekaan karena "pemberian", bukan seperti Indonesia yang secara gigih memperjuangkan kemerdekaannya "sendiri".

Dengan melihat sejarah itu saja, saya bangga menjadi negara "pemenang sejati" dalam membebaskan diri dari belenggu negara lain. Saya memang bukan ahli sejarah, tetapi sudah selayaknya kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia harus merasa bangga untuk dilahirkan, tumbuh berkembang, dan belajar segala aspek kehidupan di Indonesia. Memang tidak bisa kita pungkiri bahwa permasalahan Indonesia semakin pelik, orang-orang yang benar bisa jadi "dibuat" seperti melakukan kesalahan, sebaliknya orang-orang yang "jahat" menjadi terselamatkan karena adanya permainan politik pemerintahan. Justru dengan begitu peliknya Indonesia, akankah kita hanya mencari kenyamanan hidup diri kita sendiri tanpa ada upaya untuk memperbaiki negara ini. Saya sedih jika bertemu dengan orang yang secara terang-terangan berekspresi "negatif" dan "pasrah" dengan kondisi Indonesia. Justru kita harus menjadi pejuang di masa kini dan masa yang akan datang demi suatu perbaikan. Sampai kapan kita merasa cukup baik? Tentu saja kita akan selalu merasa kurang dan terus kurang, karena itulah "manusia" sebenarnya. Lalu, apakah negara lain bisa menjanjikan keadaan yang lebih baik? Tentu saja, apapun ada resikonya....yang jelas, di mana pun kaki ini berpijak tantangan akan selalu ada.

Janganlah kita memandang sebelah mata apa yang menjadi bagian dari diri kita. Kita bisa saja lupa diri dengan apa yang sudah kita peroleh sehingga lisan kita menjadi tidak terjaga. Jika Indonesia memiliki "perasaan" seperti manusia, akan berkata apakah ia jika mendengar pesimistis dan berbagai pandangan negatif yang terlontar secara kuat penuh hawa nafsu. Harapan akan duniawi tidak akan pernah cukup, di mana pun dan kapan pun kita berada.

Kelebihan pada bagian di luar diri kita seharusnya menjadi cermin bagi diri kita sendiri dan bertanya, siapakah diri kita? Hebatkah kita, lalu mengapa kita bisa berpikir kita hebat jika kita masih percaya bahwa ada Sang Maha Hebat dan Kuat yang mampu melenyapkan impian kita. Negeri orang mungkin menjanjikan "emas", tetapi ketika "emas" itu sudah kita raih...mengapa hati dan pikiran kita bisa memandang sebelah mata sebuah daratan yang hanya menjanjikan "kuningan" di mana kita pernah memegang erat "kuningan" itu. Sang Maha Kuat itu bisa saja dengan mudah membuat kesulitan dalam pencarian "emas" di negeri impian itu, bahkan melenyapkan dengan seketika "emas-emas" yang pernah berserakan di dalamnya.

"Janganlah lupa kacang pada kulitnya", setidaknya peribahasa itu harus kita camkan dalam hati, pikiran, dan lisan kita. Negara akan baik jika masyarakatnya baik...lalu jika "kebaikan" itu telah datang pada kita, tentunya sungguh "tega" jika kita sampai melontarkan ungkapan yang "merendahkan" bagi sebuah tempat yang ditakdirkan untuk menjadi tanah kelahiran kita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar